Minggu, 21 Oktober 2012


Pembagian yang Adil
        Didesa Tanjung balai, hiduplah seorang lelaki miskin. Ia memiliki seekor yam yang berbulu molek. Ayam itu akan ia persembahkan kepada Baginda Raja. Lelaki itu pun membawa ayamnya ke istana.
          “Terima kasih atas pemberianmu, Kang!” kata Sang Raja, “dapatkah engkau membagi dagingnya secara adil? Keluargaku ada enam, yaitu aku, istriku, dua anak laki-lakiku, dan dua anak perempuanku.’’
          Lelaki itu menyanggupi. Kemudian, ia pun segera menyembelih dan memotong-motong daging ayam itu. Setelah selesai, ia pun membawanya kehadapan Baginda.
          “kepalanya untuk Paduka, sebab Paduka adalah kepala keluarga. Puggungnya unutk permaisuri, sebagai lambang penyayang rumah tangga. Kedua pahanya untuk anak laki-laki Paduka, sebab keduanya akan mengikuti jejak paduka sebagai penguasa negeri ini. Kedua sayapnya untuk kedua anak perempuan Paduka, sebab mereka akan menikah dan “terbang’’ (pergi) bersama suami mereka. Sisanya, ya, untuk hamba sebagai tamu.’’
          Raja kagum akan kecerdikan lelaki miskin itu. Karena kecerdikanya itu, Raja memberikan hadiah seratus keping emas.
          Seorang lelaki tetangga simiskin datang pula keistana. Ia membawa lima ekor ayam kepada Raja dengan harapan ia memperoleh hadiah lima kali lipat. Baginda pun berkata kepadanya. “kang, terima kasih atas pemberianmu. Sayangnya, kami ber enam, sedangkan ayam yang kau bawa hanya lima ekor. Aturlah pembagianya secara adil!’’
          Lelaki tu tidak dapat memenuhi keinginan Raja. Bagaimana mungkin lima ekor ayam dibagi enam? “Ah, seharusnya aku membawa enam ekor,’’ sesalnya dalam hati.
         “Kalau begitu, sebaiknya kita panggil saja si miskin,’’ akhirnya Raja memutuskan. Di hadapan Raja, siMiskin menjelaskan dengan sigap. “Begini pembagian yang adil. Ayam pertama untuk paduka da permaisuri. Ayam kedua untuk kedua putra Paduka. Ayam ketiga untuk putri paduka. Sesama dua sisanya unutk hamba sebagai tamu yang patut mendapat kehormatan.’’
          “Mengapa demikian pembagianya?’’ tanya Paduka.
          “Begini, paduka. Seekor ayam ditambah Paduka dan Permaisuri berjumlah tiga. Begitu juga seekor ayam ditambah dua putra paduka menjadi tiga. Seekor ayam ditambah kedua putri Paduka menjadi tiga. Hamba sendiri hanya seorang. Bukankah untuk menjadi tiga harus ditambah dua ekor ayam?’’
...
       
       
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar