Minggu, 21 Oktober 2012


Kera yang Jahat
Disebuah hutan seekor kancil tampak sedang makan rumput kering. Ssaat itu kemarau panjang sedang berlangsung. Tiba-tiba seekor kera datang menghampirinya.
“kamu suka makan rumput kering, Cil?” tanya kera.                                     “ya, seadanya. Ini kan musim kemarau,” sahut kancil.                                                                   ”kamu biasanya tidak mau makan selain makan mentimun muda,” kata kera lagi.
“Kamu mimpi kera. Dimusim kemarau seperti ini, mana ada mentimun muda?”
“Aku tahu tempatnya, Cil. Pokonya hari ini kita makan besar!” ujar kera.
“Ah, bikin aku tergiur saja kamu!” sahut kancil.
“Benar. Tapi, sebenarnya aku hanya ingin balas dendam pada pak Tani itu!” ta kera.
“Apa yang terjadi?” tanya kancil.
“Aku pernah kena goloknya sewaktu mencuri pisang. Ya, kira-kira dua bulan lalu!” jawab kera.
     Kancil setuju dengan ajakan kera. Mereka segera pergi menuju kebun pak Tani. Sesampainya disana, tampaklah kebun pak Tani dengan tanamanya yang sangat subur. Buahnya lebat dan muda-muda. Tak ada seorang pun disana.
“Kita masuk sekarang, Cil!” ajak Kera.                                                          “Kau masuk dulu. Kalu ada bahaya, nanti aku beri tahu!” sahut Kancil.
     Kera segera masuk kebun. Ia menuju pohon piasang yang buahnya sbagian telah menguning.
          “Cil, aman!” teriak kera.
          Kancil pun masuk. Begitu masuk, tiba-tiba kakinya terjerat tambang jerat yang dipasang pak Tani. Secepat kilat kancil langsung terankat. Kepalanya terayun ayun kebawah.
          “Tolong! Tolong! Kera, tolong aku!” teriak kancil.
          Mendengar itu kera malah menejek dan mentertawakanya. Kemudian datanglah seekor burung pipit. Rupanya ia pernah ditolong kancil ketika dalam bahaya. Ia pun mendekati kancil.
          “Tenanglah, sahabatku! Kamu harus pura-pura mati. Tahan nafasmu. Kembungkan perutmu kalau pak Tani datang. Dia akan menyangka kamu telah lama mati,’’ Kata Pipit menasehati kancil.
     Benarlah. Tak lama kemudian pak Tani datang kekebunya. “Wah, Kancil terjerat! Sebenarnya sudah cukup lama dia mati,’’ kata pak Tani Goloknya lau ia tebaskan ke dahan pohon yang mengikat si Kancil. Kancil pun jatuh. Begitu jatuh, ia segera lari menyelamatkan diri.
     Pak Tani kesal melihat kelakuan Kancil. Ia mengejar dan melemparkan goloknya kearah Kancil. Tetapi, dengan sigap Kancil menghilang kedalam hutan.
     Tak lama kemudian, terdengarlah suara mengaduh kesakitan. Ternyata, itu siKera! Rupanya, ia yang terkena lemparan golok pak Tani. Ya, itulah balasan bagi yang jahat.

Pembagian yang Adil
        Didesa Tanjung balai, hiduplah seorang lelaki miskin. Ia memiliki seekor yam yang berbulu molek. Ayam itu akan ia persembahkan kepada Baginda Raja. Lelaki itu pun membawa ayamnya ke istana.
          “Terima kasih atas pemberianmu, Kang!” kata Sang Raja, “dapatkah engkau membagi dagingnya secara adil? Keluargaku ada enam, yaitu aku, istriku, dua anak laki-lakiku, dan dua anak perempuanku.’’
          Lelaki itu menyanggupi. Kemudian, ia pun segera menyembelih dan memotong-motong daging ayam itu. Setelah selesai, ia pun membawanya kehadapan Baginda.
          “kepalanya untuk Paduka, sebab Paduka adalah kepala keluarga. Puggungnya unutk permaisuri, sebagai lambang penyayang rumah tangga. Kedua pahanya untuk anak laki-laki Paduka, sebab keduanya akan mengikuti jejak paduka sebagai penguasa negeri ini. Kedua sayapnya untuk kedua anak perempuan Paduka, sebab mereka akan menikah dan “terbang’’ (pergi) bersama suami mereka. Sisanya, ya, untuk hamba sebagai tamu.’’
          Raja kagum akan kecerdikan lelaki miskin itu. Karena kecerdikanya itu, Raja memberikan hadiah seratus keping emas.
          Seorang lelaki tetangga simiskin datang pula keistana. Ia membawa lima ekor ayam kepada Raja dengan harapan ia memperoleh hadiah lima kali lipat. Baginda pun berkata kepadanya. “kang, terima kasih atas pemberianmu. Sayangnya, kami ber enam, sedangkan ayam yang kau bawa hanya lima ekor. Aturlah pembagianya secara adil!’’
          Lelaki tu tidak dapat memenuhi keinginan Raja. Bagaimana mungkin lima ekor ayam dibagi enam? “Ah, seharusnya aku membawa enam ekor,’’ sesalnya dalam hati.
         “Kalau begitu, sebaiknya kita panggil saja si miskin,’’ akhirnya Raja memutuskan. Di hadapan Raja, siMiskin menjelaskan dengan sigap. “Begini pembagian yang adil. Ayam pertama untuk paduka da permaisuri. Ayam kedua untuk kedua putra Paduka. Ayam ketiga untuk putri paduka. Sesama dua sisanya unutk hamba sebagai tamu yang patut mendapat kehormatan.’’
          “Mengapa demikian pembagianya?’’ tanya Paduka.
          “Begini, paduka. Seekor ayam ditambah Paduka dan Permaisuri berjumlah tiga. Begitu juga seekor ayam ditambah dua putra paduka menjadi tiga. Seekor ayam ditambah kedua putri Paduka menjadi tiga. Hamba sendiri hanya seorang. Bukankah untuk menjadi tiga harus ditambah dua ekor ayam?’’
...
       
       
        

Memberantas Kejahatan
     Ada seekor semut besar bernama Gambo. Dia jujur, adil, giat bekerja, dan tidak sombong. Semut-semut lainya patuh pada Gambo.
     Suatu pagi, semua semut bangun. Mereka mau makan pagi. Akan tetapi, persediaan makan habis. Mereka saling menuduh. Suasana menjadi gaduh.
     Gambo segera datang.”Jangan berkelahi! Ada masalah apa?’’ tanya Gambo.
     Ketua kelompok semut merah, hitam, dan cokelat berkata, “Makanan kita ada yang mencuri. Mungkin si . . . !”
     “Cukup! Jangan menuduh tanpa bukti! Kita harus menyelidikinya. Mungkin kita harus waspada,’’ kata Gambo.
     Tak lama kemudian, Gambo dan ketua ketua semut bermusyawarah. Mereka bersepakat setiap malam akan meronda.
     Usai musyawarah, mereka berpencar. Mereka pergi mencari makanan. Semut-semut kecil menunggu disarang.
     Menjelang malam, semut-semut pulang ke sarang. Mereka membawa hasil buruan. Sebagian mereka makan, sebagian lagi mereka simpan untuk persediaan.
     Usai makan, mereka meronda. Semut-semut besar bersembunyi dibalik tumpukan makanan. Tiba-tiba seekor tikus datang. Mata tikus itu terbelalak melihat makan. Selera makannya bangkit. Tikus itu langsung mendekati tumpukan makanan.
     “Ayo . . . , kita sergap!’’ bisik semut Cokelat.
     “Biarkan dia makan dulu!’’ usul semut Hitam.
     Tikus itu makan dengan lahap. Gambo memberi aba-aba,”Sergap . . . !’’ teriaknya.
     Semut-semut menyerang. Ada yang masuk ke lubang telinga, ada yang menggigit kaki, mulut, dan sekujur tubuh tikus.
     “Ampun, Gambo! Lepaskan aku. Aku berjanji, tidak mencuri lagi!’’ teriak Tikus.
     “Lepaskan!’’ kata Gambo.
     Semut segera melepaskan gigitanya. Akan tetapi, semut  didalam telinga tikus tidak mendengar. Mereka tetap menggigit. Akhirnya, tikus itu mati terkulai.
     Semut-semut kecil pun berkata,”Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!’’


Senjata Makan Tuan
     Pak Raden sering terganggu oleh ulah sekelompok anak. Hampir setiap saat mereka menggodanya. Akhirnya, Pak Raden marah dan mengejarnya.
     Sehari dua hari, anak-anak itu jera. Hari ketiga, Pak Raden digoda lagi. Lama-kelamaan, Pak Raden marah. Pak Raden membuang oli bekas disepanjang gang disamping rumahnya agar anak-ank terpeleset. Ia berharap akan mudah menangkap anak-anak yang nakal itu.
     Pak Raden mengintai dibalik pagar. Pukul tiga sore kelompok anak-anak itu datang lagi. “Pak Raden pemalas! Pak Raden galak!’’ teriak anak-anak.
     Pak Raden keluar dan mengejar. Anak-anak berlarian. Dua orang anak menginjak oli dan jatuh. Pak raden berteriak,”Ennak, yaah...!!! sekarang akan ku tangkap kalian!” teriak pak Raden sambil berlari mendekati kedua anak itu.
     Baru beberapa langkah Pak Raden berlari. Tanpa disadarinya, ia menginjak oli. Pak Raden terpeleset dan jatuh. “Aduh, encok ku kambuh lagi!’’ teriaknya.
Hahaha . . . !!!

Raja  Bayangan
     Siang itu, kerbau, sapi, dan harimau berebut minumam. Kancil tidak ikut serta. Kancil pun tidak ikut serta. Kancil pun tidak berani mendekat, sebab ia dihardik ketiga hewan. Ia berlari menuruni bukit.
     Akhirnya, kancil kelelahan. Dia istirahat dibawah pohon. Di samping pohon itu terdapat sumur tua. Air sumur itu jernih sekali. Dia melihat kebawah. Dia melihat bayangannya sendiri.”Lho, siapa yang berbuat jahat kepada temanku ya? Ah, ini pasti perbuatan harimau!’’ kata kancil dalam hati.
     Kancil mengamati lingkungan sekitarnya. Dia tidak melihat harimau. Kemudian dia melihat lagi ke dalm sumur. Kepalanya makin jelas terlihat.
     “Siapa dibawah? Siapa namamu? Harimau kah yang berbuat jahat?’’ tanya kancil.
     Suara kancil menggema. Kalimat jawabnya sama seperti yang diucapkanya. Kancil pun makin heran dan bingung.
     Kancil melihat lagi ke dalam sumur. Dia tambah yakin bahwa dibawah sana ada temannya.”Sabarlah! Aku akan membantumu!’’ kata kancil.”Bagaimana caranya ya?” lanjutnya dalam hati sambil merenung.
     Pada saat kancil merenung, dari arah belakang dan samping muncul tiga ekor harimau.
     “Cil, jangan pura-pura sedih,! Dulu kamu menipu kami sekarang jangan coba-coba! Kamu sudah terkepung! Menyerahlah, Cil! Kami ingin menyantap daging mu tahu!” kata seekor harimau yang paling besar.
     Kancil tidak bisa berlari. Dia berpura-pura menyeka matanya sambil meratap, layaknya orang menangis.”Saya tidak berpura-pura, kak! Justru sedang bingung. Sebab, didalam sumur ini ada yang mengaku dirinya raja. Katanya, akulah raja . . . ! Bukan harimau . . . !” teriak kancil.
     Rupanya, pantulan suara dari dalam sumur didengar oleh harimau. Harimau itu lalu mendekat kebibir sumur.
     “Akulah raja!” teriak sang kancil.
     “Akulah raja!” bunyi pantulan suara dari dalam sumur.
     “Hai, jangan mengaku-ngaku, ya! Akulah raja dihutan ini!” seru harimau sambil melihat kedalam sumur lebih teliti.
     “Apa rencanamu, Cil?!” tanya harimau berkali-kali. Akan tetapi, tidak ada jawaban.
     Harimau mengangkat kepalanya dari bibir sumur. Lalu, ia melihat kebelakang.
     “Selamat menjadi raja bayangan . . . !” teriak kancil sambil berlari menjauh.
     Harimau hanya tergencang. “ kita tertipu lagi!” kata harimau kepada kedua temanya dengan kesal.